Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2019

Stasiun Waktu

Dan yang lalu adalah masa, Kota tempat kita meneduh saat langit menggelap, Dan tatapan kitayang menghangat. Komuter berbaris, mengucap jumpa, Ahh.... aku terbiasa dengan seduhan senyumanmu saat gerimis yang sedang dingin-dinginnya. Di jam tiga sore,

Kereta 3

Hujan melipir , Di balik sekat kaca membintik, Kekasih tidak menunggu, Cuma saya dan seduh teh hangat untuk pergi. Hujan membintik pada kaca, Cuma saya sendiri tanpa lambaian, meninggalkan Tempat saya muda.

Insta Cerita

Barisan cerita insta, Di antaranya, bukan ceritamu, ya sudah saya tunggu, keseruput air hangat di sela koridor, dan itu kulihat ceritamu, 15 detik memanglah tak cukup, tapi Terima kasih Insta,telah menyampai selingkar rindu

Kisah Insta

Jejeran Insta Story tidaklah menarik, Jika di situ bukan ceritamu, Berusap-usap tetap tidak menarik, Ya sudah saya keluar saja dari rindu elektronik. Terima kasih Insta, bisa menyampaikan selingkar rindu

Kereta Api II

Hentakan sepatu orang-orang, mencetak air keruh di stasiun kota, pijar bohlam yang berjejeran, menyala,tak seperti semestinya. angin menyapa dari ujung peron, mendinginkan susu yang kubawa, seperti dulu, duduk berdua menunggu hujan yang riuh menjelang pulang, kini bukanlah yang dulu, kini hanya duduk semdiri, menenggak dan menanti waktu, langit yang terjaga gelap 11 Agustus, 2019

Terbangun Sendiri

Di celah dunia..... Hanya jalan yang terdiam, Di luar jendela yang sama tidak ada bising. Terbangun sendiri di bawah katamu. Apa yang kau katakan dulu ? Masih akan ada tangan yang menuntunku. Tapi malam, kedipan selalu terjaga tanpamu, Gelap yang terasa, makin meremukkan dada, Dunia......... Yang arah langkah makin gelap tanpamu. Inspired by Noah, Terbangun Sendiri

Kereta Api

Di pinggir garis, Mereka berlalu lalang pada kota. Abu-abu, menjadi latar langit. Saat itu, lamunan menunggu di peron. entah satu, atau dua, tak ada beda. Bukan kau yang keluar dari lambung komuter. Cuma kawat yang menuju hulu. Terlihat lampu ke ujung satu titik hilang. Sudahlah, dalam kerumunan itu tetap saja bukan kau.

Sedikit puisi karya Octavio Paz

Sedikit pengenalan sama om Octavio yang saya kutip dari Wikiped,   (lahir  31 Maret   1914  – meninggal  19 April   1998  pada umur 84 tahun) adalah seorang penulis, penyair dan diplomat dari  Meksiko . Ia mendapatkan  Penghargaan Internasional Neustadt Kesusastraan  pada tahun 1982 dan  Penghargaan Nobel Kesusastraan  pada tahun 1990. Yah itu sekilas tentang Octavio Paz, mau cek lengkapnya googling aja. Saya tau om Octavio karena gak sengaja nemu buku puisi terjemahannya di gramed, dan menurut saya puisinya oke. Inilah beberapa puisinya yang ane foto ( gak dibeli bukunya). Untuk judul bukunya yaitu Batu Matahari. “Dunia berubah Kala dua sejoli, pening dan berangkulan, jatuh di rerumputan:langit turun, pepohonan bangkit, ruang tak jadi apa pun selain cahaya dan kesunyian, angkasa terbuka bagi elang mata, suku putih awan-awan lewat, dan tubuh angkat sauh, jiwa memulai pelayaran, dan kita kehilangan nama...

Tulisan Tentang Kehidupan

Kalau ditanya untuk apa menulis blog, saya tidak tahu apa tujuan pastinya. Kalau blogger-blogger hits punya bahan untuk ditulis dalam blog, saya tidak punya bahan yang bisa digodok. Blog ini berarti ada cuma karena kegabutan saya, dan sedikit puisi-puisi yang saya coret. Buat apa puisi itu ? Yah tidak jauh dari curhat tidak jelas. Siapa tahu tulisan-tulisan itu bisa menarik banyak orang ,menjadi karya fenomenal dan mendapat penghargaan nobel ( ngaco ). \ Di balik tulisan-tulisan ini juga mungkin saya bisa menemukan apa yang saya inginkan dan kerjakan di sisa umur. Di umur seperti ini belum begitu mengenal diri sendiri itu pahit. Maklum, saya bukan dari keluarga yang berpendidikan tinggi dan bermandikan rupiah. Padahal sudah saatnya di umur seperti ini mulai menjelajahi dan mencari peran di dunia yang b*ngs*t ini. Umur yang mulai masuk di masa “remaja kentang ini” serasa buat saya ingin banting kepala. Bingung arah, tidak ada pegangan hidup, yakin nggak yakin dengan diri sendiri, ...